Wednesday, 21 October 2020

TAN MALAKA, DIA YANG MAHIR DALAM REVOLUSI

  TAN MALAKA DIA YANG MAHIR DALAM  REVOLUSI Hatinya terlalu teguh untuk berkompromi. Maka ia berburu polisi rahasia Belanda , Inggris , Am... thumbnail 1 summary

 TAN MALAKA

DIA YANG MAHIR DALAM REVOLUSI


Hatinya terlalu teguh untuk berkompromi. Maka ia berburu polisi rahasia Belanda, Inggris, Amerika, dan Jepang di 11 negara demi cita-cita utama; kemerdekaan Indonesia

Ia, Tan Malaka, orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Muhammad Yamin menjulukinya "Bapak Republik Indonesia". Soekarno menyebutnya "seorang yang mahir dalam revolusi'. Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya.

Ia seorang yag telah melukis revolusi Indonesia dengan bergelora.Namanya Tan Malaka, atau Ibrahim Datuk Tan Malaka, dan kini mungkin dua-tiga generasi melupakan sosoknya yang lengkap ini: kaya gagasan filosofis, tapi lincah berorganisasi.

 Orde baru telah melebur hitam peran sejarahnya. Tapi harus diakui, di mata sebagian anak muda, Tan mempunyai daya tarik yang tak tertahankan. Sewaktu Soeharto berkuasa, menggali pemikiran serta langkah-langkah politik Tan sama seperti membaca novel-novel Pramoedya Ananda Toer. Buku-bukunya disebarluaskan lewat jaringan klandestin. Diskusi yang membahas alam pikirannya dilangsungkan secara berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)., sosoknya sering kali dihubungkan dengan PKI: musuh abadi Orde Baru.

Perlakuan Serupa menimpa Tan di Masa Soekarno berkuasa. Soekarno, melalui kabinet Sjahrir, memenjarakan Tan selama dua setengah tahun, tanpa pengadilan. Perseteruannya dengan para pemimpin pucuk PKI membuat ia terlempar dari lingkaran kekuasaan. Ketika PKI akrab dengan kekuasaan, Bung Karno memilih Muso-orang yang telah bersumpah menggantung Tan karena pertikaian internal partai-ketimbang Tan. Sedangkan D.N Aidit memburu testamen politik Soekarno kepada Tan. Surat wasiat itu berisi penyerahan kekuasaan kepemimpinan kepada empat nama-salah satunya Tan- apabila Soekarno ditangkap. Akhirnya Sokarno sendiri membakar testamen tersebut. Testamen itu berbunyi: "..Jika saya tiada berdaya lagi, maka saya akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah mahir dalam gerakan revolusi Tan Malaka.

Politik memang kemudian menenggelamkannya. Di Bukit Tinggi, dikampung halamannya, Nama Tan Cuma di dengar sayup-sayup. Ketika harry Albert Poeze, sejarawan belanda yang meneliti Tan sejak tahun 1972 mendatangi Sekolah Menengah Atas 2 Bukit Tinggi, guru-guru sekolah itu terkejut. Sebagian guru tak tahu Tan Pernah mengenya pendidkan di sekolah yang dulu bernama Kweeschool (sekolah Guru) itu pada 1907-1913. Sebagian lain justru tahu dari murid yang rajin berselancar di Ineternet. Mereka masih tak yakin, sampai kemudian Poeze datang. Poeze pun menemukan prasasti Engku Nawawi Sutan Makmur, guru Tan, tersembunyi dibalik lemari sekolah.

Disepanjang hidupnya, Tan telah menempuh pelbagai royan: dari masa akhir Perang Dunia I, revolusi Bolsyewik hingga Perang Dunia II. Di kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, lelaki kelahiran Pandan Gadang, Suliki, Sumatra Barat, 2 Juni 1897 ini merupakan tokoh pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta sebagai pleidoi didepan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).

Buku Naar De Republik dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemudaradikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Waktu itu Bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tuduhan yang memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantara menyimpan buku dikutip Bung Karno dalam Pledoinya, Indonesia Menggugat.

W.R Supratman pun telah membaca habis Massa Actie. Ia memasukkan kalimat "Indonesia tanah tumpah darahku" kedalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami bagian akhir dari massa actie, pada bab bertajuk "Khayal Seorang Revolusioner". Disitu Tan antara lain menulis, "Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri .... kewajiban seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya.

Di seputar Proklamasi, tan menorehkan perannya yang penting. Ia menggerakkan para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan IKADA (Kini Kawasan Monas), 19 September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama terhadap proklamasi kemerdekaan yang waktu itu belum bergema keras dan "masih sebatas catatan di atas kertas". Tan menulis aksi itu " uji kekuatan untuk memisahkan kawan dan lawan". Stelah rapat ini, perlawanan terhadap Jepang kian berani dan gencar.

Kehadiran Tan di Lapangan Ikada menjadi cerita menarik tersendiri. Poeze bertahun-tahun mencari bukti kehadiran Tan itu. Sahabat-sahabat Tan, seperti Sayuti Melik, bekas menteri Luar negeri Ahmad Soebardjo, dan mantan Wakil Presiden Adam Malik, telah memberikan kesaksian. tapi kesaksian itu harus didukung bukti visual. Dokumen foto peristiwa itu tak banyak. Memang ada rekaman film dari Berita Film Indonesia. Namun mencari seorang Tan di tengah kerumunan sekitar 200 ribu orang dari pelbagai daerah bukan perkara mudah.

Poeze mengambil jalan berputar. ia menghimpun semua ciri Khas Tan dengan mencari dokumen di delapan dari 11 negara yang pernah didatangi Tan, misalnya selalu memakai topi perkebunan sejak melarikan diri di Filipina (1925-1927). Ia cuma membawa paling banyak dua setel pakai. Dan sejak keterlibatan dalam gerakan buruh di Bayah, Banten pada 1940-an. Ia selalu memakai celana selutut. Ia juga selalu duduk menghadap jendela setiap kali berkunjung kesebuah rumah. Ini Untuk mengantisipasi jika polisi rahasia Belanda, Jepang, Inggris, atau Amerika tiba-tiba datang menggerebek. Ia memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua dengan total perjalanan sepanjang 89 ribu kilometer-dua kali jarak yang ditempuh Che Guevara di Amerika Latin.

Satu lagi bukti yang mesti dicari: berapa tinggi Tan sebenarnya? di Buku Dari Penjara ke Penjara II. Tan bercerita ia dipotret setelah cukur rambut dalam tahanan di Hongkong. "Sekonyong-konyong tiga orang memegang kuat tangan saya dan memegang jempol saya buat diambil kuat tangan saya dan memegang Jempol saya buat diambil capnya. Semua dilakukan serobotan,"ucap Tan. Dari buku ini Poeze pun mencari dokumen tinggi Tan dari arsip polisi Inggris yang menahan Tan di Hongkong. Eureka! Tinggi Tan ternyata 165 centimeter. Lebih pendek daripada Soekarno (172 centimeter). dari ciri-ciri itu, Poeze menemukan foto Tan terbukti berada dilapangan tiu dan menggerakkan pemuda.

Tan tak pernah menyerah. Mungkin itulah yang membuatnya sangat sangat kecewa dengan Soekarno-Hatta yang memilih berunding dan kemudian ditangkap Belanda. Menurut Poeze, tan berkukuh, sebagai pemimpin revolusi Soekarno semestinya mengedepankan perlawanan gerilya ketimbang menyerah. Baginya, perundingan hanya bisa dilakukan setelah ada pengakuan kemerdekaan Indonesia 100 persen dari Belanda dan Sekutu. tanpa itu nonsens.

Sebelum melawan Soekarno, Tan pernah melawan dalam kongres Komunis Internasional di Moskow pada 1922. Ia mnegungkapkan gerakan komunis di Indonesia tak akan berhasil mengusir kolonialisme jika tak bekerja sama dengan Pan-Islamisme. Ia juga menolak rencana kelompok Prambanan menggelar pemberontakan PKI 1926/1927. Revolusi, kata Tan, tak dirancang berdasarkan logistik belaka, apalagi dengan bantuan dari luar seperti Rusia, tapi pada kekuatan massa. Saat itu otot revolusi belum terbangun baik. Postur kekuatan komunis masih ringkih. "Revolusi bukanlah sesuatu yang dikarang dalam otak," tulis Tan. Singkat kata, rencana pemberontakan itu tak matang.

Penolakan ini tak urung membuat Tan disingkirkan para pemimpin parta. Tapi, bagi Tan, partai bukanlah segala-galanya. jauh lebih penting dari itu: kemerdekaan nasional Indonesia. Dari sini kita bisa membaca watak dan orientasi penulis Madilog ini. Ia seorang Marxis, tapi sekaligus nasional. Ia seorang komunis, tapi kata Tan, "Di depan Tuhan saya seorang muslim" (siapa sangka ia hafal Al-Quran sewaktu muda). Perhatian utamanya adalah menutup buku kolonialisme selama-lamanya.

***


hal. 1-8 buku Tan Malaka Bapak Republik Yang Dilupakan (Tempo seri saku)
















#Tan #Malaka #Indonesia #PKI #Belanda #Jepang #NKRI  #Soekarno #Hatta #Sjahrir #Soeharto #Belanda #Inggris #Amerika #Jepang #Republik #Revolusi #Aidit #Banten #Komunis #Karno #Quran #Marxis #madilog #Rusia #Filipina #IKADA #Monas #Supratman #kemerdekaan #madilog

No comments

Klik Iklannya dun...